Jumat, Juli 15, 2011

ASKEP COPD/PPOK

KONSEP DASAR PENYAKIT
1.DEFINISI
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002).
COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price & Wilson (2005)
COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma.
Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan mucus bronchial yang berlebihan dan batuk yang disebabkan oleh inflamasi kronis bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar mukosa, pada empisema, obstruksi jalan napas disebabkan oleh hperinflasi alveoli, kehilangan elastisitas jaringan paru dan penyempitan jalan napas kecil. Asma ditandai oleh penyempitan jalan napas bronchial. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh ( Carpernito, 1999. hal 110 ).
COPD atau PPOM merupakan suatu kelompok paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru.
Termasuk dalam kelompok ini yaitu : bronkiektasis , bronkhitis menahun, emfisema paru, beberapa batuk dari asma, dan lain-lain. Walaupun masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri tetapi sering secara klinis, radiologik, dan fisiologik terdapat “Overlopping“ satu sama lain sehingga penegakan diagnosis pasti dari pada salah satu penyakit sukar di tetapkan. Secara fungsional semuanya akan mengakibatkan peningkataan tahanan saluran napas. (“airways resistance”). ( Kapita selekta, 1982. hal 218 ).
Penyakit obstruksi menahun (COPD) merupakan penyakit paru yang jelas secara anatomi memberikan tanda kesulitan pernapasan yang mirip yaitu keterbatasan jalan udara yang kronis, terutama beartambahnya resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. ( Robbins, 1995. hal. 137 ).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik [PPOK] adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran udara pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease [COPD].

2.ANATOMI DAN FISIOLOGI
1)Rongga hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mampunyai dua lubang (kavum nasi), dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung, fungsi hidung adalah bekerja sebagai saluran udara pernapasan sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa, membunuh kuman-kuman yang masuk bersama-sama udara pernapasan leukosit yang terdapat di dalam mukosa hidung.
2) Faring.
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher, keatas berhubungan dengan rongga hidung disebut nasofaring, kedepan berhubungan denga rongga mulut disebut orofaring, kebawah mempunyai dua lubang bagian depan disebut laringofaring, bagian belakang adalah esofagus sebagai saluran pencernaan. Pada lengkungan faring terdapat dua buah tonsil atau amandel yang bersimpulkan kelenjar limfe yang banyak mengandung lymfosit dan juga epiglotis yang berfungsi menutupi laring pada saat menelan makanan.
3) Laring.
Merupakan struktur epitel kartilago berbentuk rangkaian cincin yang meghubungkan faring dengan trakea. Fungsi laring adalah memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan pernapasan bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
4) Trakea.
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk sepatu kuda dan panjangnya kurang lebih 5 inch. Trakea diliputi oleh selaput lendir yang memiliki silia, berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Karina merupakan tempat percabangan trakea menjadi bronkus utama kiri dan kanan. Bagian ini memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika di rangsang.
5) Bronkus.
Merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebral torakalis ke IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel sama. Bronkus-bronkus ini berjalan kebawah dan kesamping tumpukan paru-paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih kecail atau ramping, terditi dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang, bronkus yang bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronkeolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelambung paru dan gelembunag hawa atau alveoli.
6) Paru-paru.
Paru-paru merupakan salah satu alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentang luas permukaan kurang lebih 90 m2, pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari dalam darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru ini dibagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri mempunyai 2 lobus. Letak paru-paru adalah pada rongga dada tepatnya pada cavum mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput halus yang disebut fleura visceral, sedangkan selaput yang berhubungan langsung denga rongga dada sebelah dalam adalah selaput fleur parietal. Diantara pleura ini terdapat sedikit cairan, berungsi untuk melucinkan permukaan selaput fleura agar dapat bergerak akibat inspirsi dan ekspirasi, paru-paru akan terlindungi dinding dada.
Kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua kapasitas yaitu kapasitas total yang mengandung arti jumlah udara dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Sedangkan kapasitas vital adalah jumalah udara dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan noumal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih5 liter. Waktu ekspirasi di dalam paru-paru dapat masih tertinnggal kurang lebih 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udarayang masuk kedalam paru-paru 2. 600 CM3 atau 2 ½ M jumlah pernapasan. Dalam keadaan normal orang dewasa 16-18 x/ menit, anak-anak : 24 x/menit, dan bayi : 30 x/menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat atau sebaliknya.
( Sumber : Syaifuddin, 1996. hal 106 ).
b. Fisiologi Pernapasan
Bernapas atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara luar atau atmosfer kedalam tubuh atau menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagani sisa dari oksidasi, udara dihirup masuk melintasi traktus respiratorius sampai alveoli. Sebagai terjadinya proses atmosfir karbondioksida dikeluarkan melalui kapiler-kapiler alveoli dibawa ke atrium sinistra vena purmonalis Yang kemudian diteruskan di vertikel sinestrayang di pomp[a di aorta, kemudian dialirkan keseluruh tubuh, didalam pubuh terjadi proses oksidasi atau pembakaran, ampas dari sisa pembakaran tubuh adalah karbondioksida. Karbondioksida dikangkat oleh sirkulasidarah vena masuk ke atrium dekstra ke vertikel dekstra dan di pompa ke paru-paru melintasi arteri pulmonalis. Didalam sel paru-paru terjadi lagi proses oksidasi, karbon dioksida dikeluarkan melalui ekspirasi sedangkan sisa lainnya dikeluarkan melalui traktus urogenital dalam bentuk air senidan kulit dalam bentuk keringat.( Syarifuddin, 1996. hal. 107 ).

3. KLASIFIKASI
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.

4. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
Kebiasaan merokok
Polusi udara
Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
Riwayat infeksi saluran nafas.
Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
Ada tiga factor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan factor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetic, tetapi belum diketahui dengan jelad apakah factor-faktor tersebut berperann atau tidak.
a. Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukaos bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
b. Infeksi
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudaian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
c. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.
( Sumber :Ilmu penyakit dalam, 1996. hal. 755 ).
Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada dasarnya ada tiga kelainan fisiologis yang dapat menimbulkan insufiensi atau ketidakcukupan pernapasan, yaitu karena :
a. Ventilasi yang tidak memadai di alveoli.
b. Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan.
c. Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.
Mekanisme terjadinya obstruksi.
a. Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret ang berlebihan.
b. Intramular
Dinding bronkus menebal, akibatnya :
- Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada asma,
- Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus,
- Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis dan asma.
c. Ekstramular.
Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah dengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran napas.
( Sumber : Kapita Selekta, 1982. hal. 218 ).

5.PATOFISIOLOGI
Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat).
Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.
( Soemardi. E. S, 1996.).


6. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
Dispnea.
Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
Anoreksia.
Penurunan berat badan dan kelemahan.
Takikardia, berkeringat.
Hipoksia, sesak dalam dada

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologist sangat membantu dalam menegakan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume ekspirasi kuat mengalami penurunan menjadi kurang ari 20 %.
c. Analisis gas darah.
Pada pemeriksaan gas darah arteri PH <> 45 mmHg, sedangkan yang normal PH 7,35-7,45 dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2 75-100 mmHg.
d. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram).
( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 757 ).

8.KOMPLIKASI
Komplikasi.
komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :
a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi asidosis respirasi.
b. Retensi co2
c. Menurunnya saturasi O2
d. Hematologik : polisitemia
e. Ukkus peptikum, terjadinya sukar diketahui
f. Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.


9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsifnya ialah untuk meringankan keluhan simtomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi paru dan usaha pencegahan harus dilakukan seperti penghentian merokok, menghindari polusi udara.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian bronkodilator
1) Teoillin
Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan per oral.
2) Agonis B2
Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih kuat.
b. Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi saluran pernapasan.
c. Mengurangi retraksi usus
Usaha untuk mengeluarkan dn mengurangi mukus, merupakan pengobatan yang utama dan penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat dilakukan :
Minum air putih yang cukup agar tuidak dehidrasi.
Ekspektoran.
Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan ammonium klorida
Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencer sputum.
Mukolitik.
Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.
d. Fisioterafi dan rehabilitasi.
Berguna untuk ;
Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan
Memperbaiki efisiensi ventilasi
Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.

Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.

Pola nutris metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.

Pola eliminasi.

Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.

Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.

Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.

Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

Pola persepsi kogniti
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.

Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

Pola peran hubungan dengan sesama
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.

Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.

Pola system kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.


B. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.

C. Perencanaan Keperawatan.
Dx.1 Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
bersih/jelas.
Intervensi
Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional :
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).

Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan 'lapar udara', gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional :
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.

Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional :
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional :
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional :
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional :
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
(Doenges, 1999. hal 156).

Dx2.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda sianosis.

Intervensi :
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon :
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.

Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional :
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.

Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional :
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.

Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional :
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.

Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional :
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional :
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
(Doenges, 1999. hal 158).


DX3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
Ekspresi wajah rileks.

Intervensi :
Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Respon :
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.

Pantau tanda-tanda vital.
Rasional :
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.

Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional :
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.

Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional :
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional :
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional :
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
(Doenges, 1999. hal 171).